Media Online Milik Gereja Kemah Injil KINGMI Papua

Rabu, 01 Juni 2011

"KELUARGA KORBAN BERSAMA DAP GELAR SIARAN PERS MENYIKAPI TRAGEDI BERDARAH DI PASAR LAMA - KAMP KEI - JAYAPURA - PAPUA"

by Selpius Bobii on Wednesday, June 1, 2011 at 7:36pm

Pada hari ini Rabu, 1 Juni 2011), sdr. Selpius Bobii memfasilitasi Siaran Pers bersama “Keluarga Korban Tragdi Berdarah” dan “Dewan Adat Papua” didukung oleh SHDRP dan Front PEPERA PB menyikapi tragedy berdarah pada tanggal 28 Mei 2011 di Pasar Lama Kamp Kei – Abepura – Jayapura - Papua.

Dalam siaran pers ini, Keluarga Korban yang diwakili oleh Jefta menyatakan bahwa pihak keluarga mengutuk keras para pelaku, karena keluarga kami, empat mahasiswa Papua mengalami luka sobekan yang sangat kritis oleh warga migrant tertentu yang ada di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei. Keluarga korban juga tidak menerima pihak kepolisian yang memback up masyarakat migrant tertentu di Pasar Lama untuk mengepung para mahasiswa Papua yang dengan tangan kosong datang menanyakan kasus ini dan sekaligus menyakan pelaku untuk diserahkan ke pihak kepolisian untuk memproses hukum. Ia pun menyatakan: “pihak kepolisian harus bertanggung jawab atas insiden ini karena dua korban (Yulius dan Elisa) dicincang di depan pihak kepolisian, bahkan pihak kepolisian memback up masyarakat migrant di saat kepungan pada malam itu”, tegasnya.

Untuk menyikapi kasus ini, Jefta mengatakan dalam waktu dekat akan mengadakan demonstrasi damai ke DPRP untuk meminta kasus ini diusut tuntas dan DPRP memfasilitasi sebuah pertemuan antara tokoh masyarakat migrant dan tokoh masyarakat orang Papua agar mengantisipasi hal-hal serupa dan ambil sikap bersama untuk jangan terulang lagi.

Terkait dengan adanya isu bahwa akan ada penyerangan balik, Jefta mengatakan: “kami keluarga korban tidak pernah 100 % memikirkan akan adanya penyerangan balasan; dari awal kami menghendaki dan memutuskan bahwa masalah ini diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diselesaikan secara hukum; dan tentu jalur demonstrasi damai akan kami tempuh juga agar DPRP fasilitasi kami bicara bersama, baik keterwakilan tokoh Amber dan Papua”.

Komentar Jefta ditegaskan kembali oleh salah seorang keluarga korban (Holland Binen). Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian itu harus independen. Kasus kemarin di Pasar Lama jelas-jelas pihak kepolisian memback up masyarakat migrant. Ia berharap ke depan pihak kepolisian harus netral, jangan memihak kepada salah satu pihak. Polisi harus professional menangani kasus-kasus, bukan untuk menciptakan konflik baru dan atau memihak kepada salah satu pihak lalu menyerang pihak lain. Ia menegaskan Negara ini Negara hukum, maka hukum itu harus ditegakkan, bukan main pilih kasih. Tak lupa disampaikan bahwa jika dalam peristiwa itu ada masyarakat mengalami keresahan, maka disampaikan minta maaf.

Mewakili korban juga, Elias Tamaka menegaskan bahwa pihak kepolisian jangan memprofokasi masyarakat. Ia menjelaskan bahwa selama ini pihak kepolisian justru menciptakan ketegangan, menciptakan keresahan. Contohnya beberapa hari mulai kasus di Kamp Kei terjadi, pihak kepolisian melakukan intimidasi, terror, dan keresahan dengan melakukan sweeping yang berlebihan; pada hal keluarga korban tidak ada rencana melakukan penyererangan balik ke masyarakat migrant. “Isu penyerangan itu dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab yang menghendaki Papua tetap ada konflik” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, aktifis HAM Independen (Usman Yogobi) menyatakan bahwa dari pengalaman insiden serupa yang ditanganinya, ia menyimpulkan bahwa insiden-insiden itu, para aktornya adalah BIN, BAIS, BAKIN dan TNI serta POLRI. Menurutnya para aktor inilah yang menciptakan adu domba antara masyarakat, baik sesama Papua maupun Papua dan masyarakat pendatang (amber). “Saya sudah bosan melihat permainan dari para aktor ini” kata Usman. Menurutnya, kasus Kamp Kei sebenarnya ditangani oleh polisi dengan baik karena sesaat tabaraan terjadi, polisi sudah ada ditempat, sebenarnya dua orang korban susulan ini tidak harus terjadi, karena itu terjadi di depan polisi. “Kami menilai ini ada permainan dari polisi untuk ciptakan konflik yang panjang” tegas Yogobi. Ia juga berharap jangan ada kasus baru lagi antara masyarakat orang asli Papua dan pendatang (migrant), dan juga jangan ada kasus baru sesama Papua.

Kasus ini pun menjadi perhatian Dewan Adat Papua. Ketua Umum Dewan Adat Papua melalui wakil sekretaris DAP (Willem Rumasep) mengatakan bahwa Dewan Adat Papua mempertanyakan insiden ini; “ada apa dibalik ini; karena peristiwa tabrakan selalu terjadi hampir setiap hari” tegasnya. “Jarang terjadi adanya penyerangan membabi buta dari warga mengkroyok orang atas insiden lalu lintas. Kasus di Kamp Kei ini sesungguhnya tidak terjadi, jikalau pihak kepolisian yang ada di situ mengamankannya dengan baik, namun justru pihak kepolisian mengeluarkan tembakan bertubi-tubi ke arah mahasiswa Papua yang datang pertanyakan kasus itu” imbuhnya. DAP berharap situasi ketegangan yang terjadi beberapa hari ini harus kita pulihkan kembali. “Jangan ada pihak yang bermain untuk menciptakan konflik di Tanah Papua lagi” harapnya.

Dalam jumpa per itu, ada juga wartawan yang mengatakan bahwa menurut Kapolresta, para pelaku itu ada di luar Papua dan akan di datangkan. Ia menambahkan bahwa yang menjadi kendala menurut Kapolresta adalah masalah ongkos transportasi untuk mendatangkan pelaku. Menyikapi komentar wartawan ini, Sekretaris Dewan Adat Papua mengatakan bahwa tak ada alasan bagi pihak kepolisian untuk menunda-nunda datangkan para pelaku dengan alasan masalah uang transportasi; ini tugas pihak kepolisian untuk mendatangkan para pelaku. Salah satu staf DAP juga menegaskan bahwa pihak polisi harus segera mendatangkan para pelaku untuk diproses hukum, jangan menunda-nunda lagi; apa pun caranya para pelaku itu di datangkan dan diproses hukum; polisi harus bertugas secara professional.

Dalam kesempatan itu, salah seorang wartawan mempertanyakan sikap mahasiswa Papua pada hari Minggu yang rame-rame datang ke Polsekta Abepura, katanya pada waktu itu ada masyarakat panik dengan kejadian itu. Jefta mengatakan: “jika kami telah menyerahkan masalah kepada pihak tertentu, maka kami pulang dengan yel-yel; itu tradisi kami, jadi kalau kami yel-yel, bukan berarti hendak melakukan penyerangan”. Ia menambahkan bahwa pada hari Minggu sore itu, para mahasiswa Papua hanya datang kepada Polsekta Abepura meminta untuk segera menangkap para pelaku, bukan untuk melakukan penyerangan balik.

Siaran pers yang digelar di kantor DAP di Expo – Waena itu ditutup dengan penegasan oleh pemfasilitasi (Selpius Bobii). “Konflik di Tanah Papua terjadi hanya demi dua kepentingan, yakni kepentingan ekonomi dan politik. Untuk mencapai dua kepentingan ini Negara Indonesia mengkondisikan Papua dengan menggunakan taktik “Devide Et Impera” – Pecah Belah dan Jajalah. Taktik pecah belah dan jajalah ini dulu dipake oleh Belanda untuk menjajah Indonesia; kini Negara Indonesia menggunakan metode yang sama untuk menjajah bangsa Papua,” ungkap Bobii. Lanjutnya: “Melalui kaki tangan Indonesia (BIN, BAIS, BAKIN, TNI dan POLRI) memainkan scenario tingkat tinggi untuk mengadu domba, baik sesama orang Papua, maupun orang Papua dan amber. Ini lagu lama yang terus dinyanyikan oleh Negara Indonesia melalui kaki tangannya” kata Pemfasilitasi. “Jika hendak menciptakan Papua Tanah Damai, mari kita menghargai sesama manusia, mari kita menciptakan keadilan, mari kita menegakan hukum, jangan memanfaatkan isu tertentu untuk menciptakan konflik baru lagi” Bobii menambahkan.

Pemfasilitasi Siaran Pers (Selpius) berharap bahwa apa yang tegaskan oleh keluarga korban dan Dewan Adat serta Aktifis Indenpen (Usman Yogobi) dapat diperhatikan dan ditindak lanjuti oleh semua pihak demi memulihkan situasi dan kondisi yang mengalami ketegangan di Jayapura selama beberapa hari pasca insiden berdarah di Kamp Kei. “Semoga proses hukum dapat berjalan dengan baik bagi para pelaku agar ada keadilan bagi pihak korban” harapanya.

Demikian kami laporkan jalannya Siaran Pers yang kami fasilitasi di Kantor DAP Expo – Waena yang diliput oleh berbagai media cetak dan electron, antara jam 15.00 s/d 16.00 WPB. Materi siaran persnya kami lampirkan di bawah ini, silahkan diteruskan ke jaringan Anda demi memulihkan keadaan di Jayapura dan memonitoring kasus ini demi keadilan bagi para korban dan demi penegakan hukum dan HAM di Tanah Papua khusnya dan Indonesia pada umumnya.



PERNYATAAN SIKAP BERSAMA KELUARGA KORBAN TRAGEDI BERDARAH DI PASAR LAMA

KAMP KEI- ABEPURA – JAYAPURA – PAPUA

===================================================================================



PRESS RELEASE


SEGERA BERHENTI KEKERASAN FISIK DAN KETIDAK-ADILAN SERTA PELECEHAN OLEH MASYARAKAT MIGRANT (PENDATANG) TERHADAP ORANG PAPUA; JIKA HENDAK HIDUP DI TANAH PAPUA HARGAILAH MASYARAKAT ADAT PAPUA PEMILIK TANAH PAPUA”

“Rentetan insiden berdarah di Tanah Papua telah dilakukan oleh TNI/POLRI. Tragedi berdarah kembali terjadi lagi, namun kali ini aktornya adalah warga sipil Madura-Makasar (pendatang) yang diback up polisi untuk membasmi orang asli Papua. Tragedi berdarah antara masyarakat pendatang (amber) dan para Mahasiswa Papua asal Pegunungan Bintang ini terjadi pada tanggal 28 Mei 201 berawal dari kecelakaan lalu lintas.” Berikut ini nama-nama korbannya, antara lain:

1. Nama : Alpen Amirka

Umu : 23 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa UNCEN semester 4.

Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang.

Akibat insiden : luka sobekan akibat dicincang dengan sabit oleh seorang warga migrant di Pasar Lama Kam Kei. Luka sobekan dibagian kanan tulang belikat; luka sobekan 60 jahitan.



2. Nama : Yesman Deall

Umur : 22 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa, kuliah di Jogyakarta, semester 4 (sedang cuti)

Agama : Kristen Protestan

Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang

Akibat Insiden : Luka sobekan dipukul batu kali oleh seorang Makasar, dan luk sobekan di kepala dibagian kiri di dekat otak kecil. Luka sobekan 7 jahitan, kedalaman luka 5,6 cm.



3. Nama : Yulianus Uropdana, SH

Umur : 28 Tahun

Pekerjaan : Baru selesai SI di UNIAP Jayapura; dan rencana ambil S2 di Yogyakarta

Agama : Katolik

Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang

Akibat Insiden : Luka sobekan dicincang parang di pergelangan tangan kiri, tulang topi ke luar, dan urat-urat terputus. Luka sobekannya 50 jahitan.

4. Nama : Elisa Mimin

Umur : 21 Tahun

Pekerjaan : Mahasiwa STIKOM, semester dua.

Agama : Kristen Protestan

Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang

Akibat Insiden : luka sobek dicincang parang di pergelangan tangan kiri; dan luka sobek dicincang parang di bagian kanan kepala di dekat otak kecil.

Menurut Alpen (Korban) dan Yesman Deall (Korban), serta temannya mengatakan bahwa sesungguhnya yang bersalah itu abang ojek yang memotog jalan dari arah kanan (jalan masuk dipinggiran kali Acai) yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas, namun beberapa abang ojek dan hampir semua masyarakat migrant (pendatang) yang berdomisili di Kompleks Pasar Lama, lebih khusus laki—laki terlibat dalam pengepungan terhadap para mahasiswa Papua untuk membela masyarakatnya yang bersalah yang telah melarikan diri meninggalkan sepeda motornya pasca kecelakaan lalulintas terjadi.

Menurut ketarangan Yulianus ((korban) bahwa mendengar rentetan tembakan, sdr Yulianus (korban susulan) menghindar dan berdiri dipertigaan Pasar Lama, tiba-tiba masyarakat Migrant mengepung, sementara itu polisi menembak sambil maju ke arah mahasiswa. Yulianus pun heran bahwa masyarakat pendatang (amber) ada kerja sama dengan polisi. Ia pun menanyakan kenapa pada saat itu polisi ada ditempat, namun tidak mengajak para mahasiswa untuk berbicara, malah justru polisi menembak maju bersama dengan masyarakat pendatang mengepung para mahasiswa yang tidak membawa alat tajam, bahkan tidak memegang barang tumpul lainnya – alias tangan kosong. Yulianus menuturkan bahwa ia pun hampir ditembak mati oleh polisi, namun ada seorang anggota polisi yang mengenalnya, datang merangkulnya, maka anggota polisi yang siap menembak itu, tidak menembaknya.

Dipihak masyarakat migrant (pendatang) tidak ada yang korban (munggkin ada, tetapi itu hanya sebatas luka memar), sementara empat mahasiswa asal Pegunungan Bintang berada dalam kondisi kritis akibat serangan membabi buta dari masyarakat pendatang (amber) yang ada di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei.

Mengingat banyak intel yang menyamar menjadi wartawan dan juga banyak intel, serta polisi datang bertanya-tanya sambil memantau ke empat korban tragedi berdarah ini, maka para korban meminta pihak RSUD Abepura untuk rawat jalan saja setelah menjalani perawatan selama dua hari di UGD RSUD Abepura – Jayapura – Papua.

Aparat kepolisian hingga saat ini bersiaga satu dengan senjata lengkap di dua arah jalan, yakni jalan Garuda (jalan masuk Pasar Lama) dan juga siaga satu di Kali Acai, dan juga disiagakan di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei.

Insiden berdarah ini terjadi pembiaran oleh aparat kepolisian untuk mengepung mahasiswa oleh masyarakat pendatang (amber) yang ada di Kompleks Pasar Lama. Justru polisi memback up masyarakat pendatang untuk mengepung para mahasiswa Papua asal Pegunungan Bintang. Berikut ini ada beberapa pertanyaan analisa atas insiden berdarah ini:

1). Mengapa polisi bersembunyi di rumah-rumah warga masyarakat pendatang (migrant) dan bergegas menembakan rentetan peluru setelah masyarakat pendatang membunyikan tiang-tiang listrik sebagai tanda penyerangan kepada para mahasiswa Papua?

2) Mengapa pihak kepolisian bergegas maju bersama masyarakat pendatang (amber) sambil menembak ke arah para Mahasiswa Papua yang (dengan tangan kosong) datang mempertanyakan tragedi berdarah ini dan menanyakan para pelaku?

3) Mengapa polisi tidak mendekati dan diajak bicara dengan para mahasiswa Papua ketika mendatangi ke tempat kejadian, malah sebaliknya para mahasiswa yang tangan kosong dikepung masyarakat migrant (pendatang) diback up polisi dengan menembakkan peluru bertubi-tubi, yang akibatnya dua mahasiswa Papua (Yulianus dan Elisa) menjadi korban susulan pada malam itu?

4) Ada apa dibalik insiden berdarah ini?

Menyikapi tragedi berdarah ini, kami menyatakan dengan tegas bahwa:

1. Kami mengutuk dengan tegas insiden berdarah antara warga migrant di Pasar Lama dan Mahasiswa Papua yang telah mengorbankan empat mahasiswa Papua mengalami luka kritis.

2. Mendesak KAPOLDA Papua segera mengusut tuntas para pelaku penikaman ini.

3. Aparat Kepolisian yang memback up masyarakat migrant (pendatang) Kapolda segera mengusut tuntas dan meminta KAPOLDA memecat mereka karena mereka tidak mampu menjalankan tugas dengan baik, bahkan di depan mata mereka dua mahasiswa Papua mengalami luka berat akibat dicincang (dipotong) dengan parang.

4. Tokoh Masyarakat Papua dan Tokoh Masyarakat Mingrat (pendatang) segera duduk bersama untuk membicarakan kantibmas di Tanah Papua agar ke depan tidak terjadi hal-hal yang tidak ingin bersama.

5. KOMNAS HAM Papua harus menyeriusi masalah ini, karena ini bukan kriminal murni, tetapi pelanggaran HAM.

6. DPRP segera memainkan perannya untuk menghadirkan para Tokoh Masyarakat Papua dan Tokoh Masyarakat Migrant (pendatang) untuk membicarakan kantibmas di Tanah Papua.

7. Informasi yang dihembuskan beberapa hari pasca kejadian bahwa akan ada penyerangan, berita ini dihembuskan oleh orang-orang yang hanya hendak menciptakan konflik di Tanah Papua; kami telah memutuskan di Honai Adat kami pada tanggal 30 Mei 2011 bahwa kami hanya akan mengadakan aksi damai ke DPRP untuk meminta mengusut tuntas kasus ini, karena kasus ini bukan kasus kriminal murni, tetapi kasus ini pelanggaran HAM karena kasus ini diback up pihak kepolisian mengepung para mahasiswa Papua akhirnya dua orang lagi korban susulan (Yulius dan Elisa).

8. Dihimbau kepada masyarakat migrant dan Papua jangan terprovokasi dan menjaga kedamaian di Tanah Papua.

Demikian siaran pers ini dibuat dengan sesungguhnya, harapan kami dapat ditindak-lanjuti oleh semua pihak demi menjaga ketertiban dan keamanan di Tanah Papua.

Jayapura, Rabu, 1 Juni 2011

Keluarga Korban Tragedi Berdarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar